"Di Baduy tak ada kebiasaan mengagumi seseorang dari kesuksesan. Jadi, ya biasa aja", ujar Narman menjawab pertanyaan bagaimana sikap keluarga dan masyarakat setelah namanya terkenal di luar Baduy.
Narman, pemuda dari suku Baduy Luar kelahiran 1989, sukses menjadi pebisnis hasil karya pengrajin suku asli di pedalaman Banten. Kiprah Narman berjualan daring dalam keterbatasan aturan adat, mengantarnya dianugerahi Satu Indonesia Award di bidang Kewirausahaan pada tahun 2018, dengan julukan Pembuka Cakrawala Baduy.
Lewat Membaca, Narman Membuka Jendela Dunia
Tak pernah mengenyam pendidikan secara formal, Narman mengaku mengenal abjad dari orang tuanya. Suku Baduy di pedalaman Lebak, Banten, yang terdiri dari Baduy Luar dan Baduy Dalam, kental dengan aturan adatnya yang menolak sentuhan modernisasi ke dalam seluruh sisi kehidupan. Ini termasuk listrik, sekolah, alat transportasi modern, atau teknologi lainnya. Itu sebabnya di wilayah Baduy tak ada sekolah. Warga Baduy Dalam bahkan tak ada seorangpun yang bisa baca tulis.
Selayaknya anak-anak Baduy lainnya, Narman kecil dahulu hanya punya aktivitas bermain dan membantu orang tuanya berjualan. Keadaan terasa berubah setelah anak kedua dari empat bersaudara ini mampu membaca. Ungkapan bahwa buku adalah jendela dunia benar dirasakan olehnya.
Sejak lancar membaca, Narman mulai menyukai novel yang berkisah tentang makna kehidupan. Sejak itu juga ayah 2 anak ini tertarik dengan ilmu pengetahuan lainnya. "Meski tidak bersekolah, tapi saya terus belajar secara mandiri", katanya.
Hobi membaca dan belajar membawa pria ini berkenalan dengan dunia internet. Tepatnya di 2009, ia pertama kali mengenal istilah situs atau website. Hebatnya, pengetahuan pemuda yang tak pernah sekolah ini, dapat melebihi kemampuan orang seusianya yang belajar formal. Ia juga sering mencari sumber-sumber informasi yang dibaca di buku, misalnya dengan mengunjungi Wikipedia. Setelah itu Narman mulai mengenal media sosial seperti Friendster, Flickr, Facebook.
Buku-buku serta informasi yang begitu banyak di Internet tetap menjadi tempatnya untuk menimba ilmu. Selain itu, tambahan ilmu juga didapat dari temannya yang mengajarkan pembuatan website, sehingga Narman mengenal Hosting, CMS dan Coding.
Tahun 2016, saat digelar festival Baduy oleh Pemerintah Daerah, pria yang punya banyak koleksi buku ini, ikut membuka
stan dengan produk yang dipinjamnya dari tetangga. Kala itu, ada
pengunjung yang menyarankan untuk memanfaatkan Internet untuk berjualan. Dari situ cikal penjualan produk Baduy secara daring. Lewat hampir semua Marketplace, dan kini lewat website sendiri serta instagram, Narman serius menggarap usahanya yang diberi nama Baduy Craft. Ia menjadi sadar betul akan kelebihan berbisnis secara daring, yang dapat menjangkau pasar lebih luas, dibandingkan dengan berjualan langsung atau menunggu pembeli datang.
Lewat internet pula ia bertekad untuk mengenalkan, memberi pengetahuan, dan mempromosikan adat budaya Baduy yang harus dilestarikan.
Uniknya, sebagai pelari ia merasa tak perlu latihan khusus untuk mengasah keterampilannya berlari. Ini disebabkan karena ia dan kebanyakan orang Baduy lainnya telah terbiasa naik turun gunung, bahkan tanpa alas kaki.
Bayangkan saja aktivitas keseharian Narman untuk bisa berjualan secara daring. Bangun jam 4 pagi lalu berjalan kaki ke desa tetangga di Ciboleger sejauh 2 kilometer, tempat terdekat adanya sinyal dan listrik. Lalu jogging pagi sampai jam 6 atau 7 pagi. Selanjutnya, ia membuka ponsel untuk melihat website, instagram, dan WhatsApp untuk membalas chat atau memastikan apakah ada customer. Narman pulang ke rumah sore hari sekitar pukul 16.30, juga dengan berjalan kaki. Sementara untuk mengirim barang pesanan, pria ini harus menempuh 12 kilometer berjalan kaki untuk sampai ke agen pengiriman barang terdekat.
"Nggak capek, saya malah suka. Karena biasanya setelah jalan kaki, saya latihan lari atau jogging", tuturnya.
Antara Bisnis dan Lari
Tak banyak yang mengekspos sisi lain dari seorang Narman sebagai seorang atlet lari. Ya, di samping kesibukannya berbisnis, Narman kerap mengikuti berbagai lomba lari, baik tingkat Kabupaten, Provinsi, maupun yang diselenggarakan berbagai instansi.
Beberapa lomba lari yang diikuti Narman (Sumber: dokumen pribadi) |
Uniknya, sebagai pelari ia merasa tak perlu latihan khusus untuk mengasah keterampilannya berlari. Ini disebabkan karena ia dan kebanyakan orang Baduy lainnya telah terbiasa naik turun gunung, bahkan tanpa alas kaki.
Bayangkan saja aktivitas keseharian Narman untuk bisa berjualan secara daring. Bangun jam 4 pagi lalu berjalan kaki ke desa tetangga di Ciboleger sejauh 2 kilometer, tempat terdekat adanya sinyal dan listrik. Lalu jogging pagi sampai jam 6 atau 7 pagi. Selanjutnya, ia membuka ponsel untuk melihat website, instagram, dan WhatsApp untuk membalas chat atau memastikan apakah ada customer. Narman pulang ke rumah sore hari sekitar pukul 16.30, juga dengan berjalan kaki. Sementara untuk mengirim barang pesanan, pria ini harus menempuh 12 kilometer berjalan kaki untuk sampai ke agen pengiriman barang terdekat.
"Nggak capek, saya malah suka. Karena biasanya setelah jalan kaki, saya latihan lari atau jogging", tuturnya.
Terus Berbisnis Daring Meski Ditentang Ketua Adat
Upaya Narman membuka jalan baru bagi penjualan produk kerajinan Baduy secara daring, bukan perkara mudah. Meski keluarga mendukung langkahnya, pria yang tinggal di kampung Marengo, Banten ini, terganjal adat menghormati leluhur yang tak boleh bersentuhan dengan dunia modern. Pemuda cerdas ini perlu meyakinkan Ketua Adat, bahwa usaha yang dijalankannya melalui internet murni hanya dimaksudkan untuk membantu menggerakkan perekonomian warga Baduy, bukan untuk mengubah adat dan budaya Baduy.
Baca juga : Tersesat Menyenangkan di Labirin
Setelah Ketua Adat Baduy Luar merestui, tantangan utamanya kini adalah Ketua Adat di Baduy Dalam, yang berkeras menentang langkah yang diambil Narman dalam berjualan. Namun menurut pria ini, setelah beberapa waktu sampai sekarang, sudah tak pernah terdengar lagi larangan khusus untuknya. "Mungkin karena bosan menegur ataupun melihat sisi positifnya," jelas pria usia 30 tahun ini.
Hingga sekarang Narman tetap memasarkan produk kearifan lokal Baduy terutama lewat website dan Instagram. Selain itu, ia juga merambah pameran kerajinan tangan di sejumlah mal. Produk yang dijual berupa kain tenun, tas rajutan, kalung, gelang, ikat kepala, dan kerajinan khas Baduy lainnya. Pria ini berhasil merangkul 25 orang pengrajin warga Baduy untuk bekerjasama dengan 3 macam sistem, yaitu titip jual, beli putus dan paparonan (bagi hasil). Dengan sistem ini, rekor omset yang pernah diperoleh Baduy Craft secara daring saja dalam sebulan menembus Rp50 jutaan.
Hingga sekarang Narman tetap memasarkan produk kearifan lokal Baduy terutama lewat website dan Instagram. Selain itu, ia juga merambah pameran kerajinan tangan di sejumlah mal. Produk yang dijual berupa kain tenun, tas rajutan, kalung, gelang, ikat kepala, dan kerajinan khas Baduy lainnya. Pria ini berhasil merangkul 25 orang pengrajin warga Baduy untuk bekerjasama dengan 3 macam sistem, yaitu titip jual, beli putus dan paparonan (bagi hasil). Dengan sistem ini, rekor omset yang pernah diperoleh Baduy Craft secara daring saja dalam sebulan menembus Rp50 jutaan.
Kain tenun khas Baduy (Sumber: Instagram @baduycraft) |
Tas koja khas Baduy (Sumber: Instagram @baduycraft) |
Asa Narman untuk Baduy
Dibalik sepak terjangnya untuk menggerakkan perekonomian masyarakat Baduy, Narman menyimpan asa untuk tanah kelahirannya. Menurut pria ini, Baduy dengan kearifan adatnya sangat sayang jika berubah. Namun ia tak menampik bahwa perubahan itu pasti terjadi, terutama untuk alasan kebutuhan hidup yang juga berubah. Sekencang ia berlari, Narman sangat berharap ada banyak juga anak-anak muda Baduy yang berani, yang mau belajar hal-hal baru untuk menopang ekonomi, serta dapat bertahan dari gempuran perubahan zaman tanpa meninggalkan kewajiban melestarikan adat.
"Belajar tentang adat, juga imbangi dengan pengetahuan umum. Bukan berarti harus bersekolah, justru kalau sekolah nanti tujuan hidupnya jadi nggak murni lagi. Tak ada kurikulum di Negeri ini yang bisa menjamin anak-anak Baduy terdidik dengan konsep hidupnya yang luhur itu. Lebih baik belajarlah sendiri serta dari orang tua", tuturnya berharap.
"Belajar tentang adat, juga imbangi dengan pengetahuan umum. Bukan berarti harus bersekolah, justru kalau sekolah nanti tujuan hidupnya jadi nggak murni lagi. Tak ada kurikulum di Negeri ini yang bisa menjamin anak-anak Baduy terdidik dengan konsep hidupnya yang luhur itu. Lebih baik belajarlah sendiri serta dari orang tua", tuturnya berharap.
Sukakk kok ya pas banget sih saya lagi pengen googling tentang suku badui, pengen explore.kesana bareng anak suami, rencana kami sebelum ramadhan mau ke suku badui apa daya musim hujan terus kepending sampai sekarang
BalasHapusWah ternyata ada juga orang Baduy yang mau belajar internet ya meskipun ditentang ketua adat. Langsung aja kepoin akunnya pengen tahu lebih banyak hasil kerajinan tangan orang Baduy. Thanks sudah berbagi cerita.
BalasHapusMasya Allah .. inspiratif sekali Narman. Kecerdasannya membawa berkah. Salut. Semoga tetap istiqomah dalam membantu perekonomian warga Baduy.
BalasHapusAku kok suka dengan kerajinannya terutama kain, maklum aku besar di tengah keluarga yang cinta kain tradisional, langsung googling nih cari tahu tentang produk khas Badut.
BalasHapusPemuda seperti narman ini yg dibutuhkn Indonesia saat ini. Semoga ke depannya banyak bermunculan narman2 yg lain ya mbak
BalasHapusAdat ini di satu sisi perlu dilestarikan tapi di sisi lain juga ada yang harus "dilanggar" demi kebaikan. Seperti Nurman yang berani berbuat demi meningkatkan kecerdasan masyarakat Badui. Salut buat beliau.
BalasHapusHebat sskali ya karena kepintarannya digunakan untuk kemajuan dan pemberdayaan masyarakat. Oh ya, jadi kalau di Baduy Luar ada sinyal internet kah? Atau beliau belajar pake internet via warnet di kampung lain?
BalasHapusUntuk dapat sinyal harus jalan 2 kiloan dulu ke kampung sebelah mbak
Hapuswaah keren nih, ada pemuda yang mau berjuang untuk memperkenalkan kerajinan suku Baduy ke dunia luar tanpa harus merusak tatanan budayanya. Semoga nilai positifnya dapat terus terjaga dan keseimbangan dapat terjadi. Semangat Mas Nurman!
BalasHapusSalut sama semang ingin tahu melalui membaca, kemudian memberikan dampak positif bagi sekitar tanpa meningalkan adat-istiadat. Sampe terbiasa ngunjungin tokopedia, belajar coding, CMS dan berjualan secara daring. Congrats Narman, keren dan inspiratif banget. Sayang nya ecorun aku ga ikutan, kalau ikutan mungkin bisa ketemu dengan Narman yang sangat inspiratif.
BalasHapusOiya sama² suka ikut event lari ya, mbak lala. Emang keren kang Narman ini, meski serba terbatas tapi produktif
HapusMalu banget pas tau kalo mas Narman ini aslinya pelari, dan ga butuh banyak latihan untuk lari. Apalah daku ini, mau jogging selalu wacana mulu ga ada realisasi. Hiyaa :(
BalasHapusDoa terbaik untuk Mas Narman dan Warga baduy ya. Semoga selalu diberikan kesehatan, dan kemakmuran.
Aamiin.. Hayuk lah resolusi 2024 mas Fajar: jogging & bukan hanya wacana wkwk
Hapusaku sudah beberapa kali ke Baduy, nginap di baduy dalam dan luar, tetap selalu terkesima dengan kemampuan mereka lari naik gunung nyeker... hahaha...
BalasHapusNarman ini lebih canggih lagi, bisa belajar internet dan coding dengan segala keterbatasannya... alhamdulillah...
Iya betul. Kaki²nya orang Baduy terlatih kuat sejak kecil
HapusTas yg dijual mirip noken Papua yaa sepintas 😍😍. Aku JD pengen beli Mbaaa. Sukaa bangt Ama kerajinan khas daerah begini.
BalasHapusTapi jujur yaa, aku msh ga abis pikir gimana mereka ini bisa keukeuh dengan adatnya, tanpa terkonstaminasi dengan teknologi skr. Salut sih, tapi juga kepikiran... Apa mereka bisa bertahan sampai kapan pun dengan cara begini.
Ntahlaah, aku sendiri ga yakin apa cara begitu bener atau ga.. mungkin Krn mindsetku lebih ke, mengikuti zaman yaa.. beda dengan mereka yg sangat mentingkan adat
Itulah kearifan lokal budaya kita mbak, kadang gak semuanya bisa dilihat dari kacamata benar atau salah. Klo aku bilangnya mereka "unik"
HapusWah keren banget narman ini, aku tu penasaran sama suku badui, apalah dia ini terasing atau memang mengasingkan diri
BalasHapusMereka sengaja mengasingkan diri kak, karena punya komitmen adat tidak mau bersentuhan dengan teknologi dan modernisasi
HapusSejujurnya, aku baru tau kalo masyarakat adat Baduy ini bisa mengakses internet.
BalasHapusAku pikir sama sekali gak bisa.
Dan alhamdulillah, mas Narman mampu terus mengembangkan bakat serta mengangkat adat Baduy agar kerajian serta karyanya menjadi lebih dikenal masyarakat Indonesia hingga mendunia.
Kain dan Tas kepek khas Baduy itu cantiik sekaliii..
Di kampungnya gak ada akses internet, Narman harus jalan 2 km ke desa tetangga untuk dptin sinyal itu. Iya klo kerajinannya mmg keren² yaa
HapusCakep banget tasnya. Salut buat Narman yang pembelajar dan berani bergerak ya biarpun dalam situasi terbatas di sukunya. Hidupnya produktif banget, salut...
BalasHapus